Sudah tidak dipungkiri lagi bila saat ini perilaku konsumen sudah banyak mengalami perubahan. Sebut saja perubahan dalam pengambilan keputusan. Kini, konsumen banyak yang terpengaruh dengan pilihan orang lain. Hal ini yang membuat orang tidak fokus. Jadi, seakan-akan keputusan diserahkan ke orang lain.
Iwan Setiawan, Chief Knowledge Officer MarkPlus mencontohkan, dulu saat orang ingin membeli mobil, konsumen akan melalui touch point setidaknya ke tiga merek mobil berbeda. Mereka akan membandingkan produk, harga, hingga melakukan test drive.
“Sekarang, mereka tidak punya waktu untuk test drive. Banyak yang melewatkan touch point. Mereka lebih memilih untuk menanyakan ke temannya yang memang mengerti mobil atau melihat review dari orang lain,” tambah Iwan dalam Workshop Executive Education Program di Philip Kotler Theater – MarkPlus Main Campus pada Rabu, (28/10/2015).
Perusahaan harus menyadari bahwa konsumen sudah tidak punya banyak waktu. Perusahaan memiliki waktu yang terbatas dalam mengimpresi mereka. Untuk itu, sambung Iwan, perusahaan bisa memilih touch point tertentu yang dirasa paling penting. Bagi Iwan, salah satu titik sentuh yang paling penting adalah complaint handling.
“Banyak yang merasa khawatir dengan complaint handling. Padahal, bila perusahaan mampu melakukan complaint handling, ini akan membalikkan keadaan. Bila kemarahan konsumen memuncak dan tidak segera ditangani, hal ini akan membuat keadaan menjadi buruk. Perlu diketahui, orang yang sering komplain, merekalah konsumen loyal,” jelas Iwan.
Ada penelitian pada tahun 2000 yang menyebutkan, manusia fokus selama 12 detik sebelum terdistraksi dengan hal lain. Tahun 2015, fokus manusia mengalami penurunan menjadi delapan detik. Ini tentunya menjadi tantangan untuk pemasar dalam membuat iklan yang menarik dalam waktu yang lumayan singkat selama delapan detik.
“Mau tidak mau, selama delapan detik iklan harus mengimpresi audiens. Bila menarik, mereka akan melihat lebih lama dan mengingat merek iklan tersebut. Tapi, bila tidak menarik, mereka akan melewatkan iklan itu atau hanya mengingat bagian-bagian yang lucu saja tanpa mengetahui iklan apa yang ia lihat,” pungkas Iwan.
Editor: Sigit Kurniawan