Saat ini, banyak masyarakat Indonesia yang semakin sadar akan pentingnya kesehatan mental. Beberapa topik seperti kesehatan mental, bullying, body shaming, hingga toxic relationship mulai dibahas di ruang-ruang publik dan digital.
Toxic relationship merupakan salah satu tema yang sedang banyak dibahas di kalangan anak muda. Toxic relationship selama ini baru membahas soal kondisi asmara antarpasangan. Namun, toxic relationship memiliki makna dan cakupan yang luas.
“Toxic relationship cakupannya bukan hanya asmara antarpasangan saja. Bisa juga di dalam lingkup keluarga, pertemanan, dan pekerjaan,” jelas Andrea Gunawan, salah satu aktivis sosial yang fokus pada masalah pemberdayaan perempuan.
Menurutnya, banyak beberapa orang yang justru mengalami toxic relationship di lingkungan keluarga. Salah satu contoh toxic relationship di lingkup keluarga bisa dalam bentuk pemkasaan kehendak hingga kekerasan di dalamnya.
Lingkup perkerjaan juga rawan menjadi toxic relationship. Kekerasan verbal, pimpinan yang temperamental, hingga pelecehan seksual termasuk dalam kategori toxic relationship di lingkungan kerja.
Lantas, bila mengatasi masalah ini bila lingkungan kantor Anda merupakan lingkungan yang toxic. “Langkah yang paling utama adalah kita harus menyadari dan ada kemauan untuk keluar atau mengatasi hal tersebut,” jelas Andrea.
Menurutnya, penting bagi pribadi yang merasa menjadi korban untuk menyadari dirinya merupakan korban. Dalam lingkungan ruang kerja, Andrea menyarankan untuk berkonsultasi dengan pihak HRD untuk membahas permasalahan yang dialami. “Tidak perlu terburu-buru untuk memutuskan berhenti berkerja, konsultasikan terlebih dahulu dengan pihak HRD,” tambahnya.
Menurutnya, pihak HRD bisa mengakomodasi isu ini. Apabila ada karyawan lain yang mengadukan isu yang sama, HRD bisa mengumpulkan korban dan membahas lebih lanjut.
Editor: Eko Adiwaluyo