Y Combinator (YC), akselerator start-up asal Amerika Serikat hampir urung untuk menaruh investasinya di Dropbox karena merasa khawatir lantaran Dropbox hanya memiliki satu pendiri, Drew Hosuton.
Houston, pendiri Dropbox pun bergegas mencari co-founder dan menemukan Arash Ferdowsi. Pada tahun 2007, Y Combinator akhirnya mau mengucurkan investasi benih ke Dropbox. Empat tahun kemudian, investasi dari berbagi modal ventura masuk hingga membuat valuasi Dropbox mencapai US$ 4 miliar.
Sejak itu, YC menjadi perusahaan modal ventura cukup berpengaruh di Silicon Valley, di mana ia berhasil menelurkan banyak perusahaan rinitisan dengan valuasi senilai lebih dari US$ 1 miliar, termasuk Stripe, Airbnb, Instacart, dan Coinbase.
Ini juga termasuk Twitch yang diakuisisi Amazon pada tahun 2014 sebesar US$ 970 juta. Belum lagi dengan startup otomatisasi kendaraan Cruise yang dibeli General Motors pada tahun 2016 seharga lebih dari US$ 1 miliar.
Namun, selama 13 tahun sejarah perusahaan ini berdiri, hampir tak ada satu pun dari mereka yang berhasil melantai di bursa saham. Kecuali Dropbox, yang berhasil melakukan penawaran saham perdana di bursa saham NASDAQ pada Jumat, (23/3/2018).
Saham perusahaan penyimpanan data berbasis komputasi awan itu melonjak 36% menjadi US$ 28,48 per lembar pada hari pertama perdagangan. Hal ini memberikan kapitalisasi pasar Dropbox mencapai US$ 11 miliar atau lebih dari Rp 13 triliun. Ini juga menjadi IPO perusahaan teknologi terbesar setelah Snapchat.
Houston kini memiliki saham di Dropbox lebih dari US$ 3 miliar, sedangkan Arash mengepit saham senilai lebih dari US$ 1 miliar. Menurut perkiraan Pitchbook, Y Combinator memberikan seed funding kepada Dropbox pertama kali dengan harga US$ 3 per saham. Selama 11 tahun terakhir, Dropbox memperoleh uang setidaknya dari 95 investor berbeda.
IPO Dropbox tentu saja menandai momen penting Y Combinator, yang mungkin akan banyak mengubah cara organisasi ini beroperasi. Presiden Y Combinator Sam Altman mengatakan para pendiri harus mempelajari pendekatan penggalangan dana yang dilakukan Dropbox.
“Mereka melakukan pekerjaan besar untuk mengelola likuiditas mereka. Dropbox membesarkan perusahaannya dari mengumpulkan satu per satu investasi yang masuk, lalu menjualnya dengan harga tinggi,” kata dia kepada CNBC.
Sam melanjutkan, itu berbeda dengan kebanyakan startup saat ini yang fokus memperoleh dana besar dari series A atau B, namun malah menjual perusahaan mereka dengan harga rendah.
YC berharap di masa depan, banyak IPO dilakukan oleh portofolio startup mereka, walau hal ini diakui akan memakan waktu lama. Berembus kabar bahwa Airbnb akan memulai debut IPO-nya pada awal tahun 2019.
Editor: Sigit Kurniawan