Lebih dari seabad silam hadir di dunia, biskuit populer Oreo tampil lebih ramping di saat para pecinta snack mulai mencemaskan lingkar pinggang mereka. Sang produsen, Mondelez, merilis Oreo Thins yang merupakan versi ramping dari Oreo reguler.
Sebelumnya, Orea Thins telah hadir di Amerika Utara pada tahun 2015 menyusul berikutnya di Australia, Eropa, China, dan beberapa negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Vietnam. Di Indonesia, Oreo memperkenalkan reinvention produk ini dengan membuat event yang cukup megah dengan mengundang Key Opinion Leaders dan para mitra ritel mereka.
Nampaknya, Oreo berharap banyak dari penjualan varian yang lebih crispy dan ringan ini. Apalagi, Oreo memang menjadi pemain biskuit yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Empat tahun lalu, Oreo berhasil mencetak penjualan global US$ 2,5 miliar, atau tiga kali lebih besar dari rivalnya yaitu biskuit produksi General Mills, Gamesa.
Rick Lawrence, Category Director of Biscuit Mondelez South East Asia menjuluki perusahaan tempat ia bekerja sebagai global snacking power house. Ia mengaku, penjualan Oreo Thins cukup positif di China dan Amerika. Salah satu pemicunya adalah tren snack yang semakin kecil dan ringan.
“Ada tiga tren cemilan global, yaitu lebih ringan, lebih rendah kalori dan on the go atau mudah dibawa kemana-mana,” tutur Rick di The Pallace Jakarta, Kamis, (19/4/2018).
Oreo Thins, menurutnya, telah mencakup tiga tren tersebut. Merek ini dinilai mengandung 34% kalori lebih rendah dari Oreo reguler di mana 40% bentuknya lebih tipis.
Jika Orea pada umumnya cukup terbuka untuk mengasosiasikan mereknya dengan anak-anak dan keluarga, namun Oreo Thins mengambil preposisi yang berbeda. Brand ini ingin dianggap sebagai mereknya anak muda. Kampanye digital dan TVC yang dibuat pun mengarah ke generasi millennials.
Hanya saja di Indonesia, Oreo Thins mencoba masuk dengan meminjam kacamata perempuan. Ia ingin menjadi “teman” bagi perempuan muda yang aktif dan produktif yang mulai memikirkan cemilan sehat dalam menunjang kebiasaan snack-nya.
Oreo menggandeng empat desainer muda perempuan, walau eksistensi mereka belum setenar desainer papan atas.Product Reinvention
Inovasi telah memiliki peran penting bagi pemain biskuit. Apalagi, kategori ini semakin tahun pemainnya semakin bertambah. Karenanya, brand lama perlu mencari cara agar penjualannya semakin meningkat dan frekuensi konsumsi kian meninggi.
Pasalnya, pelanggan muda atau akrab disebut millennials adalah seorang explorer. “Mereka tertarik pada sesuatu yang baru dan exciting sehingga memberikan mereka alasan untuk kembali ke brand dimana mereka telah mengenalnya sejak kecil,” tutur Dian Ramadianti, Brand Manager Treats Mondelez Indonesia.
Apa yang dilakukan Mondelez melalui Oreo Thins lazim disebut sebagai product reinvention yang berarti perusahaan hanya melakukan modifikasi pada produk inti yang mereka miliki, ketimbang membuat produk baru atau melakukan diversifikasi produk. Alasannya, ketika berada di lorong ritel, konsumen lebih memilih melihat brand favorit mereka ketimbang merek baru.
“Konsumen hanya butuh sedikit dorongan untuk melakukan pembelian karena indera pengecap pembeli tak pernah berhenti mencari sesuatu yang baru untuk dicicipi,” kata Lynn Dornblaser, Director of Innovation & Insight Mintel SNAC International’s dikutip dari Foodbusinessnews.net.
Oreo Thins hadir dengan dua rasa, tiramisu dan vanila yang dibanderol seharga Rp 12.500 per kemasan. Terdiri dari dua bungkus berisi masing-masing sepuluh keping seberat enam gram.
Editor: Sigit Kurniawan