Literasi keuangan adalah isu yang masih terus hangat karena adanya ketimpangan yang cukup tinggi antara laki-laki dan perempuan. Perempuan disebut memiliki akses yang masih sangat minim terhadap berbagai jenis produk keuangan yang legal, berbadan hukum, dan mudah dijangkau.
Staf khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I.G.A. Putri Astrid, K., MA. memaparkan bagaimana minimnya literasi keuangan perempuan yang dapat menjerat perempuan di dalam berbagai kasus yang merugikan perempuan itu sendiri.
“Kita harus bekerja keras untuk mendidik para perempuan untuk betul-betul aware dengan fintech karena kita berhadapan pada saat yang sama, ketika perempuannya tidak literate dia terjebak dalam penipuan, intimidasi, bahkan kekerasan perempuan. Hal ini semata karena mereka tidak paham dengan itu,” kata Putri dalam acara The 11th Annual Jakarta Marketing Week 2023 di Grand Atrium Kota Kasablanka (14/06/2023).
Selain staf khusus Menteri PPPA, acara ini juga dihadiri oleh Yenny Wahid selaku aktivis perempuan; Novita Hardini, Founder PRINTIS; Dolly Susanto, Direktur Home Credit; M. Zubedy Koteng, Child Protection Specialist UNICEF.
BACA JUGA: Bobobox: Strategi Dynamic Pricing Jadi Daya Tarik bagi Gen Z
Dalam pemaparannya, Yenny Wahid menjelaskan mengenai bagaimana ketimpangan yang tinggi dalam literasi keuangan antara laki-laki dan perempuan. Ia menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia mayoritas ditopang oleh UKM.
UKM dapat menyerap lebih dari 97% tenaga kerja Indonesia. Pelaku UKM ini, 64% didominasi oleh perempuan dan perempuan menjadi tonggak ekonomi di Indonesia. Namun faktanya, literasi keuangan perempuan Indonesia masih belum terlalu kuat.
“InsyaAllah kalau perempuan diberdayakan, diberikan pelatihan-pelatihan literasi keuangan, yang berdaya itu bukan cuma dirinya, tapi keluarganya,” ucap Yenny saat ditemui dalam acara yang sama.
Yenny Wahid juga memberikan pandangan bahwa sektor ekonomi dan keuangan ini bisa menjadi sektor prioritas yang perlu diusahakan oleh pihak mana pun.
Kinerja sektor ekonomi dan keuangan yang baik akan dapat memberikan lingkungan yang positif bagi pertumbuhan literasi keuangan perempuan. Ini tentu dapat mendorong pemberdayaan perempuan itu sendiri.
“Ketika perempuan berdaya secara ekonomi, itu menjadi sebuah lompatan besar untuk dia bisa lebih berdaya lagi di bidang yang lainnya. Secara sosial dia lebih punya daya tawar, kebutuhan utamanya sudah terpenuhi, maka akan lebih mudah bagi dia untuk mengoptimalkan potensi dirinya,” tutup Yenny.
Perempuan yang berdaya secara ekonomi melalui literasi keuangan adalah sebuah kesempatan yang dapat mendorong perempuan untuk mengekspresikan dirinya dan berkontribusi di masyarakat.
Banyak contoh bagaimana perempuan yang sudah berdaya memulai pengabdiannya kepada masyarakat melalui kebijakan publik, aktor politik, hingga aktivis. Aktivis ini mencakup makna yang sangat luas, baik itu aktivis sosial, lingkungan, pendidikan, dan sektor lainnya yang dapat mendorong perubahan.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz
BACA JUGA: Yenny Wahid: Indonesia Perlu Role Model dalam Women Empowerment