Yuk, Kenal Lebih Dekat Sentra Tenun Khas Lombok Ini

marketeers article

Pantai, mutiara, budaya, lalu apa lagi yang bisa dinikmati atau khas dari Lombok? Jangan lupakan kain tenun. Datanglah ke setiap sudut tempat wisata atau wilayah pemukiman. Di sana, pasti ada saja penjual kain tenun. Para perempuan di sana juga seolah-olah memang dilahirkan secara turun temurun memiliki keahlian menenun, terutama yang berdomisili di wilayah pedesaan.

Di wilayah Praya dekat Kota Mataram, ada sebuah desa yang merupakan sentra tenun bernama Puyung Sukarara. Sebagai sebuah sentra, tempat ini jadi buruan para turis asing maupun lokal untuk berkunjung melihat para perempuan menenun, sekaligus membeli hasil karya mereka. Yang lebih asyik lagi adalah para tamu diperbolehkan melajar menenun langsung lengkap dengan berbagai peralatannya.

“Puyung Sukarara ini seperti halnya koperasi. Para perempuan penenun biasanya bekerja delapan jam sehari untuk menenun. Ada juga yang mengerjakan di rumah lalu hasilnya dibawa ke sini. Rata-rata dalam satu hari setiap penenun bisa menghasilkan 15 sampai 25 sentimeter,” ujar seorang sales Puyung Sukarara bernama Zenor.

Secara umum, ada dua jenis kain tenun, yaitu songket dan ikat. Kain songket memiliki nilai lebih karena selain dalam satu hari hanya bisa menghasilkan 15 sampai 25 sentimeter kain, pengerjaannya cukup rumit karena tekstur kain dihasilkan memiliki corak timbul. Per lembar harga songket minimal Rp 150.000 sampai jutaan. Fungsinya untuk sehari-hari bisa untuk taplak meja yang berukuran kecil, namun biasanya songket dengan ukuran besar digunakan untuk upacara adat atau acara resmi.

Sementara, untuk kain ikat dalam satu hari bisa dihasilkan sampai satu meter per penenun. Coraknya pun tidak timbul hanya datar saja seperti kain biasa. Harganya bisa dimulai dari Rp 100.000, walau ada juga yang tembus di atas Rp 1 juta. Jenis ikat biasanya digunakan untuk pakaian sehari-hari. Selain kain yang ditenun menggunakan alat tradisional khusus, ada juga kain dibuat dengan cara dilukis seperti halnya membatik. Tentu yang dihasilkan corak khas ala Lombok.

Ada satu hal unik dari para penenun kain ini. Ternyata, dalam setiap pembuatan kain, tidak ada gambaran khusus atau perencanaan seperti apa corak tenun akan dibuat. “Para perempuan ini langsung menenun sambil berpikir corak seperti apa akan dibuat. Ketika dalam mengerjakan mereka terlintas satu ide desain, secara otomatis tangan mereka akan bergerak sendiri. Jadi, sebelum menenun, mereka tidak memiliki ide. Ide datang dengan sendirinya ketika tangan mulai menenun,” tutup Zenor.

Related

award
SPSAwArDS