Sepakat menginvestasikan pabrik petrokimia senilai US$ 1,3 miliar di Indonesia, LG International didorong pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan penggunaan gas di Papua Barat dan Maluku. Pemerintah bahkan menjanjikan berbagai fasilitas dan insentif khusus bagi LG dan investor petrokimia lain.
LG International rencananya akan mengucurkan investasi untuk memproduksi methanol sebanyak satu juta ton per tahun. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Korea Selatan, Selasa (02/07/2017) menerangkan, proyek LG International membutuhkan natural gas hingga 90 mmscfd dengan ekspektasi harga US$ 1 per mmbtu. Airlangga merekomendasikan LG untuk memanfaatkan penggunaan gas di wilayah Papua Barat dan Maluku.
“Kami merekomendasikan dua wilayah utama penggunaan gas, yaitu Teluk Bintuni, Papua Barat, dan Blok Masela, Maluku. Sejauh ini, beberapa perusahaan yang telah menanamkan investasi untuk industri ini adalah PT. Pupuk Indonesia, Sojitz, dan Elsoro Multi Pratama. Sementara LG tengah melakukan feasibility study di Bintuni,” kata Airlangga.
Menurut Airlangga, pembangunan industri petrokimia di Bintuni memiliki dua cadangan gas yang dioperasikan BP Tangguh dan Genting Oil Kasuri Pte, Ltd. BP Tangguh mengoperasikan sebesar 23,8 trillion standard cubicfeet (TSCF), sementara Genting Oil Kasuri sebesar 1,7 TSCF. Airlangga mengatakan, area ini berpotensi dikembangkan menjadi pabrik petrokimia yang memproduksi gas alam.
Untuk mendukung investasi ini, Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, pemerintah akan memfasilitasi pemberian fasilitas dan insentif bagi investor yang akan mendirikan industri petrokimia.
“Bentuk fasilitas yang akan diberikan pemerintah antara lain berupa insentif fiskal (tax allowance dan tax holiday). Namun, kami juga mengupayakan insentif khusus yang meliputi pembebasan pajak selama 20 tahun,” kata Sigit.
Bagaimana pendapat Anda? Akankah upaya pemerintah berhasil menarik LG dan investor lain menanam modalnya di Papua Barat dan Maluku?
Editor: Sigit Kurniawan