Tren adopsi penggunaan teknologi 3D printing alias pencetak objek tiga dimensi terus meningkat. Penggunaan teknologi baru ini sudah banyak diaplikasikan, meski belum mampu menghasilkan produk akhir di tingkat industri.
“Aware dan punya, mereka kebanyakan masih prototyping (ujicoba). Mayoritas masih ke arah sana. Sedangkan kalau kita bandingkan sama tetangga kita yang di luar negeri, dari prototyping mereka menjadi namanya end product,” ujar Ketua Umum Asosiasi Asosiasi 3D Printing di Indonesia atau Printridi Eric Rudolf Tedjasurya saat ditemui di Cikarang Techno Park, Rabu (10/5/2023).
BACA JUGA: Ini Manfaat Teknologi 3D Printing di Tingkat Industri
Penggunaan 3D printing sendiri bisa digunakan sebagai pengganti inventaris fisik yang biasanya dimiliki perusahaan skala industri. Penggunaan teknologi ini mengubah lanskap inventaris fisik menjadi digital.
Sementara itu, di skala konsumen, animo penggunaan teknologi pencetak objek tiga dimensi sudah banyak digandrungi. Sayangnya, animo ini tidak diiringi pemanfaatan teknologi tersebut dengan jelas.
Eric menjelaskan masih banyak konsumen yang membeli alat 3D printing hanya kesan keren karena memiliki alat tersebut. Padahal, konsumen belum tentu paham manfaat yang bisa diberikan alat tersebut.
Namun, bagi konsumen yang memiliki hobi merakit action figure, ataupun miniatur, alat ini menjalankan perannya dengan maksimal. Mereka yang disebut hobbyist ini kerap memerlukan teknologi tersebut untuk mencetak bagian tambahan, bagian dari miniatur ataupun action figure yang hilang.
BACA JUGA: Leica Pegasus TRK, Solusi Pemetaan 3D di Perkotaan
Di segmen pendidikan, tidak sedikit institusi yang sudah menggunakan teknologi ini menurut Eric. Penerapan teknologi ini juga berfungsi membawa pendidikan ke tingkat yang lebih baru.
Pencetak objek tiga dimensi ini memiliki varian harga yang beragam, tergantung dari tingkat kepentingannya. Di tingkat konsumen akhir, Eric menuturkan, ada juga 3D printing yang dijual seharga satu smartphone.
Di tingkat penggunaan untuk pendidikan, alat ini bisa berharga belasan juta rupiah ke atas. Sementara itu, di tingkat industri, harga alat tersebut bervariasi dan mencapai miliaran rupiah.
Editor: Ranto Rajagukguk