Strategi Brand Awareness melalui Customer Journey

marketeers article
Strategi Brand Awareness Melalui Customer Journey. (123rf.com)

Meningkatkan brand awareness membutuhkan pemahaman mendalam tentang customer journey. Setiap fase perjalanan konsumen, mulai dari kunjungan hingga keputusan, memiliki peran penting dalam membentuk persepsi dan keputusan akhir.

Menurut Ignatius Untung, seorang praktisi marketing dan behavioral science, fase-fase dalam customer journey sangat menentukan dalam mendorong brand awareness.

BACA JUGA: Jaring Konsumen di Bagian Timur Indonesia, Chery Resmikan Diler di Bali

“Fase visit dan decide sering kali menentukan apakah konsumen akan melanjutkan ke tahap pembelian,” kata Untung di Channel YouTube Marketeers TV, dikutip pada Senin (8/7/2024).

Misalnya, di industri properti, konsumen jarang langsung membeli setelah kunjungan pertama ke showroom. Mereka biasanya pulang untuk mempertimbangkan keputusan.

BACA JUGA: Riset IPSOS Ungkap Shopee Jadi E-Commerce Andalan Konsumen Indonesia

Namun, ada beberapa bisnis yang bisa mendorong konsumen untuk langsung memutuskan di tempat, seperti yang dilakukan oleh IKEA. IKEA menempatkan restoran di tengah-tengah toko agar konsumen bisa beristirahat sejenak sambil mendiskusikan pilihan mereka.

“Waktu makan itu biasanya menjadi momen di mana keputusan dibuat. Strategi ini mengurangi risiko konsumen pulang tanpa membeli,” ujar Untung.

Selain itu, pengalaman di dalam showroom juga sangat penting. Responsiveness dari sales person, pengetahuan produk yang baik, dan manner yang tepat sangat memengaruhi keputusan konsumen.

Untung mencontohkan Apple dan Starbucks sebagai model pelayanan yang ideal. 

“Pelayanan yang terlalu sombong membuat konsumen merasa inferior, sementara yang kurang percaya diri membuat mereka ragu,” ujarnya.

Strategi lainnya adalah menyediakan penawaran khusus tanpa terkesan memaksa. Menurut Untung, memberikan informasi tentang promosi yang sedang berlangsung tanpa mendesak konsumen untuk segera memutuskan adalah pendekatan yang lebih efektif.

“Kita bisa memberikan informasi tambahan, seperti ada diskon atau hadiah khusus, tanpa memaksa konsumen untuk langsung memutuskan di tempat,” ucapnya.

Setelah konsumen memutuskan untuk membeli, penting untuk memberikan afirmasi positif untuk mengurangi keraguan yang mungkin muncul. Untung menekankan pentingnya meyakinkan konsumen bahwa mereka telah membuat keputusan yang tepat.

“Misalnya, dengan mengatakan bahwa produk tersebut adalah yang paling laris atau baru saja memenangkan penghargaan,” tutur Untung.

Fase pascapembelian juga tidak kalah penting. Menghubungi konsumen untuk memastikan puas dengan pembelian mereka dan meminta referensi sosial bisa membantu memperkuat brand awareness.

“Memberikan insentif untuk referral bisa menjadi strategi yang efektif, asalkan tidak terkesan memaksa,” katanya.

Secara keseluruhan, Untung menyimpulkan perbedaan antara produk high involvement dan low involvement harus dipahami dengan baik dalam mendesain strategi marketing.

“Untuk produk high involvement, setiap touch point marketing harus membangun kredibilitas dan menyediakan informasi mendalam, sementara untuk produk low involvement, tugas utamanya adalah memicu impuls dan daya tarik yang menyenangkan,” ujarnya.

Dengan memahami dan mengimplementasikan strategi yang tepat dalam setiap fase customer journey, brand dapat meningkatkan awareness dan membangun hubungan yang kuat dengan konsumen.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS