Tahun Depan, Industri Pengelolaan Nonmigas Ditargetkan Tumbuh 3,95%
Kementerian Perindustrian memproyeksi industri pengolahan nonmigas akan mengalami pertumbuhan sebesar 3,95% di tahun depan. Perkiraan ini didasarkan pada asumsi pandemi COVID-19 yang dapat dikendalikan, dan vaksin yang tersedia secara bertahap di masyarakat.
“Ini skenario yang optimis seiring dengan berjalannya pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan pemerintah dan berbagai stakeholder,” kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin Eko S.A. Cahyanto di Jakarta, Minggu (29/11/2020).
Menurut Eko, pertumbuhan PDB industri pengolahan nonmigas bakal terus berlanjut hingga triwulan IV-2020 seiring dengan peningkatan ekspor dan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang meningkat sejak Oktober 2020.
Meski demikian, pertumbuhannya masih akan terkontraksi sekitar 2,22 persen. “Capaian tersebut mengalami perbaikan dari angka sebelumnya,” ujar Eko.
Adapun subsektor yang mendukung perbaikan kinerja manufaktur nasional selama masa pandemi saat ini, antara lain adalah industri farmasi, produk, obat kimia dan obat tradisional, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri logam dasar, serta industri makanan.
“Sementara untuk 2021, kami optimistis seluruh subsektor industri pengolahan nonmigas sudah membaik sehingga mampu mendorong pertumbuhan secara keseluruhan yang lebih tinggi lagi,” tutur Eko.
Hal senada disampaikan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri yang memprediksi hampir semua sektor industri pengolahan nonmigas akan mengalami pemulihan pada 2021.
“Hampir semua bisa tumbuh lebih tinggi, tapi yang penting adalah industri farmasi, baik untuk manusia dan hewan. Sehingga kita nanti ongkosnya turun, peternakan kita bagus, unggas kita juga bagus, karena ketergantungannya makin turun,” ujar Faisal.
Industri makanan dan minuman juga termasuk sektor yang tetap tumbuh positif di tengah pandemi COVID-19 karena produk dari industri tersebut merupakan barang konsumsi yang tetap dibutuhkan masyarakat. “Selanjutnya, yakni industri otomotif, yang memang pada dasarnya sudah kuat dan tinggal menunggu waktu untuk pulih,” terang Faisal.
Investasi manufaktur jadi penopang pemulihan ekonomi
Menurut Eko, investasi industri manufaktur bisa menjadi penopang pemulihan ekonomi nasional pada 2021. Investasi industri manufaktur pada tahun depan diproyeksi tumbuh sebesar 22% atau mencapai Rp 323,56 triliun.
Kemenperin mencatat, investasi sektor manufaktur pada Januari-September 2020 tumbuh 37,1% dibanding pada periode yang sama tahun lalu. “Ini membuktikan bahwa investasi sektor industri tak terpengaruh oleh pandemi COVID-19,” tegasnya.
Investasi terbesar disumbangkan oleh industri logam dasar, barang logam, dan bukan mesin sebesar Rp 69,79 triliun, kemudian disusul industri makanan Rp 40,53 triliun, serta industri kimia farmasi Rp 35,63 triliun.
Meski terhantam pandemi, industri manufaktur menjadi sektor ekonomi yang strategis. Hal itu tampak dari kontribusi sektor pengolahan nonmigas terhadap produk domestik bruto (PDB) yang mencapai 17,9%, terbesar dibanding sektor lain.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengemukakan, untuk menggenjot investasi industri dibutuhkan pemetaan sektor-sektor prioritas yang bakal menjadi unggulan. Strategi berikutnya adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan daya saing iklim usaha.
“Stimulus juga sangat penting karena dalam kondisi yang masih belum kembali normal, dibutuhkan dorongan stimulus, baik untuk sisi suplai maupun permintaan,” ucap Shinta.